Rabu, 08 Desember 2010

KEUTAMAAN TAUHID DALAM ISLAM

KEUTAMAAN TAUHID DALAM ISLAM

Oleh Aboe Zaid Romadhoni

Muroja’ah oleh Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin

Saudaraku pembaca, sebagai seorang muslim, pasti tidak asing lagi mendengar kata Tauhid. Sebuah kata yang sangat penting dan urgen di dalam agama Islam. Tetapi, betapa banyak kaum muslimin yang meremehkan kata tersebut. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita akan sedikit mengulang dan membahas tentang kedudukan dan keutaman tauhid dalam agama Islam, dengan harapan kita semakin cinta akan agama ini dan semakin bersemangat dalam memahami, mengamalkan, dan kemudian mendakwahkanya. Atau minimal dapat menyegarkan kembali ingatan kita akan pentingnya kalimat At-Tauhid dalam diri kita.

Tujuan Diciptakannya Jin dan Manusia Adalah untuk Menauhidkan Allah

Sesungguhnya, Allah menciptakan seluruh alam semesta termasuk di dalamnya jin dan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim, “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat: 56). Inilah hakikat diciptakannya jin dan manusia, yaitu hanya untuk beribadah kepada Allah saja tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sebab, tauhid hanya kepada Allah saja, karena syarat diterimanya suatu ibadah/ amalan adalah ikhlas kepada Allah merupakan hak Allah yang harus ditunaikan oleh setiap manusia. Setiap manusia harus mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah. Jika seseorang beribadah kepada selain Allah, maka ia telah berbuat syirik kepada Allah dan hal itu mengeluarkannya dari Dienul Islam. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku hanya menyembah tuhanku dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (Al-Jin: 20). Maka, perhatikanlah wahai kaum Muslimin!

Tauhid, Merupakan Inti Dakwah Para Rasul

Allah mengutus setiap rasul kepada setiap ummatnya untuk memulai dakwahnya kepada tauhid. Karena hal ini merupakan perintah Allah yang harus mereka sampaikan kepada ummatnya. Allah berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang benar untuk disembah) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (Al-Anbiyaa’: 25). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika berdakwah di Makah selama tiga belas tahun beliau mengajak kaumnya untuk mengesakan Allah saja (tauhid), tidak kepada yang lain. Di antara wahyu yang diturunkan kepada beliau ketika itu adalah firman Allah dalam Surah Al-Jin ayat 20 yang telah disebutkan di atas. Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendidik para Shahabat agar senantiasa memulai dakwahnya dengan tauhid. Ketika Rasul mengutus shahabat Mu’adz bin Jabal Radhiallahu ‘anhu berdakwah ke Yaman, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaknya yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah bersaksi, ‘Sesungguhnya tidak ada Ilah/ sesembahan (yang benar untuk disembah) kecuali Allah’, Dalam riwayat lain disebutkan, ‘Agar mereka mengesakan Allah’.” (Muttafaq ‘alaih). Jadi, setiap rasul memulai dakwahnya dengan tauhid, memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah saja, dan menjauhi syirik. Maka, wajib bagi siapapun untuk memulai dan memprioritaskan dakwahnya dengan tauhid, tanpa menafikan (meniadakan) dakwah kepada syari’at yang lainnya.

Sumber Keamanan Manusia dan Ketenteraman dengan Bertauhid

Para Ahli Tauhid hatinya selalu tenang dan aman, sebab mereka tidak pernah takut kecuali kepada Allah saja. Ahli Tauhid merasa aman ketika manusia ketakutan dan merasa tenang ketika mereka kalut. Allah berfirman, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan imam mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82). Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang menauhidkan Allah. Mereka yang tidak mencampuradukkan antara keimanan dengan kesyirikan, sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari Allah. Keamanan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjagaan manusia atau pihak keamanan. Dan keamanan yang dimaksud adalah keamanan di dunia dan akhirat. Sebab, Ahli Tauhid mengetahui bahwa kezholiman yang terbesar adalah syirik kepada Allah sebagaimana penjelasan Rasulullah ketika para shahabat bertanya tentang maksud dari ayat di atas dalam hadits dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhuma. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun (Al-An’am: 82), banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku zhalim kepada dirinya sendiri? Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab: “Yang dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik. Belumkah kalian mendengar nesihat Luqman kepada puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah (syirik) benar- benar suatu kezhaliman yang besar’.(Luqman: 13)”. (Muttafaq ‘alaih). Sungguh, para Shahabat Nabi sangat takut jika diri mereka berbuat zhalim (syirik) kepada Allah, maka pakah kita tidak merasa takut jika kita berbuat syirik kepada Allah?? Ayat ini merupakan kabar gembira bagi setiap orang yang selalu meninggikan Kalimatut Tauhid, yang tidak mencampuradukkan antara keimanan dan kesyirikan, sungguh mereka akan mendapat pertolongan dan keamanan dari siksa Allah di akhirat.

Sebagai Pembawa Kebahagiaan dan Pelebur Dosa

Seorang ahli tauhid yang memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah saja dan menjauhi segala praktik kesyirikan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati bagi dirinya, dan menjadi penyebab bagi penghapusan segala dosanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang benar untuk disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya lepada Maryam serta ruh daripada-Nya, dan (bersaksi pula bahwa) surga hádala benar adanya dan Neraka pun benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga, apapun amalan yang diperbuatnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, siapa saja yang murni aqidah dan tauhidnya, tanpa mengotorinya dengan kesyirikan, maka Allah menjanjikan Surga kepadanya. Walaupun, sebagian amalannya terdapat dosa dan maksiat. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman: “Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau tidak menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikitpun, niscaya Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.” (H.R. Tirmidzi dan adh-Dhayya’, hadits hasan). Wahai kaum Muslimin, seandainya kita menemui Allah dengan membawa dosa dan maksiat sepenuh bumi, tetapi kita meninggal dalam keadaan bertauhid, insya Allah, segala dosa kita akan diampuni oleh Allah, dan pasti masuk surga dan tidak akan kekal di neraka.

Hak Allah yang Pertama dan Terakhir yang Harus Ditunaikan Hamba-Nya

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki” (An Nisaa’: 116). Sehingga syirik menjadi larangan yang terbesar. Maka, tauhid merupakan perintah yang paling besar, sebab tauhid merupakan lawan dari tauhid. Oleh karena itu, setiap manusia wajib menauhidkan Allah. Allah menyebutkan kewajiban ini sebelum kewajiban lainnya yang harus ditunaikan oleh hamba. Allah Ta’ala berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah pada kedua orang tua” (An Nisaa’: 36). Kewajiban ini lebih wajib daripada semua kewajiban, bahkan lebih wajib daripada berbakti kepada orang tua. Allah berfirman, “Dan jika keduanya (orang tua) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (Luqman : 15). Sehingga seandainya orang tua memaksa anaknya untuk berbuat syirik maka tidak boleh ditaati dengan cara yang baik dan lemah lembut.

Sebagaimana telah dijelaskan di awal risalah ini, Rasul memerintahkan para utusan dakwahnya agar menyampaikan tauhid terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Yaitu, Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal rodhiyallohu ta’ala ‘anhu, “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka menauhidkan Allah.” (riwayat Bukhari dan Muslim). Selain itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illallah niscaya masuk surga” (riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Dua hadits di atas menjadi dalil bahwa tauhid merupakan kewajiban yang paling pertama yang harus ditunaikan oleh setiap manusia pun menjadi kewajiban yang terakhir bagi setiap umat. Oleh karena itu, bersyukurlah bagi siapa saja yang senantiasa menauhidkan Allah, dan semoga kita semua mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah, tanpa syirik sedikitpun.

Bagaimana cara menauhidkan Allah?

Setelah kita mengetahui bahwa tauhid memiliki keutamaan dan kedudukan yang tinggi di dalam Islam, maka wajib bagi kita untuk selalu menauhidkan Allah, memurnikan syahadatain Laa ilaaha illallah Muhammadar Rasuulullah, dengan cara mempelajari atau mengilmuinya, yaitu dengan mempelajari Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah (Hadits) Rasulullah sesuai dengan pemahaman para Shahabat Nabi. Mengapa harus pemahaman Shahabat Nabi, dan bukan yang lainya?? Karena Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Orang-orang yang terdahulu (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka dan merekapun telah ridha kepada Allah. Allah telah menyiapkan bagi mereka surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (At Taubah: 100). Para Shahabat Radhiallahu ‘anhum yang telah dijanjikan Surga oleh Allah, menjadikan aqidah sebagai ruh dalam menjalankan segala aktivitas mereka, termasuk ketika jihad melawan orang kafir. Kemenangan selelu diraih oleh pasukan Islam ketika berperang meninggikan kalimat Tauhid melawan orang kafir. Sebab, para Shahabat hanya menjadikan Allah saja sebagai penolong mereka. Maka, beruntunglah orang-orang yang mengikuti Muhajirin dan Anshar (para Shahabat) dalam segala hal termasuk masalah aqidah. Semoga Allah mengumpulkan kita di Jannah-Nya bersama para nabi dan rasul, dan ahli tauhid (umat Islam).

Sedangkan dalil untuk mengilmui/ mempelajari tauhid (Laa ilaaha illallah) sebagaimana firman Allah, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada sesembahan (yang benar untuk disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.” (Muhammad: 19). Juga firman-Nya, “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu.” (Al-‘Ankabut: 43). Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan berilmu tentang Laa ilaaha Illallah, maka dia pasti masuk Surga.” (H.R. Ahmad, Shahih). Maka, kita wajib mengilmui makna yang diinginkan dari kalimat tersebut, baik yang dinafikan (ditolak) maupun yang ditetapkan, dan kemudian berusaha mengamalkannya.

Namun, sangat disayangkan betapa banyak ummat Islam di zaman ini yang meremehkan dan lalai, bahkan bodoh dalam masalah aqidah!! Ini merupakan suatu musibah besar bagi Ummat Islam!! Sehingga, pantaslah kekalahan selalu diderita oleh umat Islam pada saat ini. Semoga hal ini menjadi pelajaran bagi mereka yang mau berpikir. Wallaahu A’lam bish-Shawab.

Kedudukan Tauhid dalam Islam

Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah.

[sunting] Dalil Al Qur'an Tentang Keutamaan & Keagungan Tauhid

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)

"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)

[sunting] Perkataan Ulama tentang Tauhid

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.

Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)

[sunting] Pembagian Tauhid

[sunting] Rububiyah

Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

[sunting] Uluhiyah/Ibadah

Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran : 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

[sunting] Asma wa Sifat

Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.

[sunting] Tidak ada Tauhid Mulkiyah

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]

TAUHID Makalah Ini Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh : Kelompok VI AMAL JAMALUDIN 200846500087 HENDY PERMANA 200846500101 AGUS JUNIANTO 200846500113

RIAN PUTU RUSSO 200846500132

PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS INDRAPRASTA (UNINDRA) PGRI JAKARTA 2008


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 žωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya (QS. Adz-Dzariyaat [51] :56)

mereka beribadah kepada-Ku.

Dalam ayat diatas jelas, apa maksud Allah swt menciptakan manusia kecuali hanya untuk beribadah/menyembah kepadaNya. Tapi masih banyak diantara kita mengaku bahwa Allah swt itu adalah zat yang Esa dan tidak ada Tuhan selain Allah, tapi masih menyembah pada hal-hal selain Allah. Maka dari itu penulis menulis makalah itu, yang akan lebih jelas lagi tentang hakikat Tauhid akan dijelaskan pada bab selanjutnya, agar kita semua terhindar dari perbuatan Syirik (menyekutukan Allah).

B. Perumusan Masalah Adapun hal-hal yang akan kami bahas dalam masalah yang sangat pokok dalam Islam ini adalah sebagai berikut : 1. Definisi Tuhan 2. Definisi Tauhid 3. Macam - Macam Tauhid 4. Siapa, Mengapa & Untuk Apa Allah itu Esa 5. Penerapan Tauhid Dalam Kehidupan

2


BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Tuhan Dilihat dari sudut perbandingan agama, Tuhan ialah Sesuatu, Apa atau Siapa yang dipentingkan sedemikian rupa oleh manusia, sehingga ia membiarkan dirinya dikuasai oleh yang dipentingkannya itu1. Yang dipentingkan oleh manusia itu bermacam-macam, tetapi secara garis besar dapat dikatakan bahwa yang dipentingkan dan diinginkan manusia itu ialah Harta, Tahta, Wanita (Seksualitas), Kemerdekaan, Ilmu Pengetahuan, Nama yang populer, Pujian dan yang sejenisnya, yang semuanya itu bisa dikategorikan sebagai hawa nafsu dari manusia. Tetapi dalam Al Qur’an Allah memperingatkan manusia agar tidak menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya (QS. Al Jatsiah {45} : 23). Dan juga agar kita terhindar dari dosa syirik karena termasuk menyekutukan (menduakan) Allah, Syirik ialah Memperlakukan sesuatu selain Allah sama dengan Allah, dalam hal-hal yang merupakan hak khusus bagi-Nya2. Karena Syirik adalah termasuk dalam dosa besar, sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. An Nisa {4} : 48

tΒuρ 4 â™!$t±o„ yϑÏ9 y7Ï9≡sŒ tβρߊ $tΒ ãÏ øótƒuρ ϵÎ/ x8uŽô³ç„ βr& ãÏ øótƒ Ÿω ©!$# ¨βÎ) ∩⊆∇∪ϑŠÏàtã $¸ϑøOÎ) #“uŽtIøù$# ωs)sù «!$$Î/ õ8ÎŽô³ç„

Zainuddin S. Nainggolan, Inilah Islam : Falsafah dan Hikmah Ke Esaan Allah, (Jakarta : Kalam Mulia, 2007), Cet. ke 4, h. 46.

2

1

Syaikh Muhammad At Tamimi, Kitab Tauhid, (Jakarta : Darul Haq, 2000), Cet ke 4, h. 27

3


“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa Syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (Syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”

B. Definisi Tauhid Tauhid dalam bahasa Arab adalah Mashdar dari Wahhada Yuwahhidu Tauhid, yang artinya : menjadikan satu, meninggalkan dan meniadakan bilangan darinya. Sedangkan Tauhid dalam istilah Syar’I adalah meniadakan yang setara bagi zat Allah, dalam sifat dan perbuatan-Nya, serta menafikan sekutu dalam menuhankan dan menyembah-Nya3.

C. Macam - Macam Tauhid Tauhid itu ada beberapa bagian, yaitu 4 : 1. Tauhid Rububiyyah 2. Tauhid Uluhiyyah 3. Tauhid Asma’ 4. Tauhid Shifat Tauhid Rububiyyah berasal dari kata Rabb yang darinya dibentuk kata Rububiyyah yang berarti : Mencipta, memberi rizki, memiliki, menguasai, mengatur, memperbaiki dan mendidik. Dan karena Allah adalah Rabb yang hak bagi alam semesta, maka Dia sajalah yang khusus dengan keTuhan-an tanpa yang lain. Wajib mengesakan-Nya dalam ke-Tuhan-an, dan tidak menerima sekutu bagi-Nya dalam ke-Tuhan-an.

3

Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2006).

4

Ibid

4


Tauhid Uluhiyyah, adalah mengesakan Allah swt dalam perbuatan penghambaan. Tauhid ini sebagai manifestasi dari Tauhid Rububiyyah. Artinya, jika seseorang telah mengakui akan ke-Tuhan-an Allah swt ia harus berbakti, taat dan beribadah kepada-Nya. Bentuk dari Tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan Allah swt dalam niat, mendekatkan diri (Taqarrub), berdo’a, nadzar, qurban, mengharapkan sesuatu (raja’), senang dan takut, Tawakkal dan kembali. Tauhid Asma’ dan Shifat adalah Mengesakan Allah swt dengan mempercayai sifat-sifat dan namanya yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an.

D. Siapa, Mengapa dan Untuk Apa Allah Itu Esa Ditinjau dari sudut sebab alam semesta adalah bagian dari apa yang ada, yang dapat diterima oleh akal. Apa yang ada dapat diterima oleh akal menurut falsafah dibagi tiga macam, yaitu 5 : 1. Mukminul Wujud 2. Mustahil Wujud 3. Wujud Yang Wajib Ada Dengan Sendirinya 1. Mukminul Wujud Mukminul Wujud adalah segala sesuatu yang bermula dari tidak ada, kemudian menjadi ada. Sesudah itu dapat kembali tidak ada. Demikian Mukminul Wujud itu berada dalam 4 keadaaan, yaitu : a. Mukminul Wujud dalam keadaan tidak ada atau belum ada. b. Mukminul Wujud dalam keadaan ada atau pasti ada. c. Mukminul Wujud dalam keadaan kembali tidak ada. d. Mukminul Wujud dalam keadaan ada terus atau kekal abadi.

Zainuddin S. Nainggolan, Inilah Islam : Falsafah dan Hikmah Ke Esaan Allah, (Jakarta : Kalam Mulia, 2007), Cet. ke 4, h. 3.

5

5


Manusia, hewan, bumi, alam semesta semuanya bermula dari tidak ada, kemudian menjadi ada, sesudah itu kembali menjadi tidak ada. Seperti manusia, hewan, tumbuhan kembali ke tanah. sedangkan yang bersifat kekal seperti ruh dan malaikat.

2. Mustahil Wujud Mustahil Wujud adalah segala sesuatu yang tidak mungkin wujud, yang tidak mungkin terjadi menurut akal, seperti gajah bertelur dan air mengalir ke atas. Akal tidak mungkin menggambarkan hakikat Mustahil Wujud yang sebenartnya, baik dalam pikiran maupun luar pikiran. Mustahil Wujud tidak mungkin menciptakan sesuatu, seperti seekor gajah yang berasal dari telur gajah, tentu tidak mungkin menciptakan sesuatu, karena dirinya sendiri tidak ada. Oleh karena itu akal mewajibkan bahwa yang menciptakan alam semesta ini tentu wujud yang diluar Mukminul Wujud dan Mustahil Wujud.

Mengapa Allah Itu Esa Keesaan Tuhan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan Esa-Nya. Akal mewajibkan Tuhan (Allah) itu Esa wujud-Nya, Esa Zat-Nya, Esa Sifat-Nya dan Perbuatan-Nya Esa6. 1. Tuhan (Allah) itu Esa Wujud-Nya Maksudnya, Allah itu satu-satunya wujud yang Wajibul Wujud, (satusatunya wujud yang wajib ada dengan sendirinya), dan sumber dari segala sumber. Kepada-Nya segala sesuatu bersandar, dan tidak ada segala sesuatu yang menyerupai dan setara dengan-Nya (QS. Al Ikhlas {112} : 1 – 4).

6

Ibid h. 8

6


2. Tuhan (Allah) itu Esa Zat-Nya Maksudnya, zat Tuhan itu tidak terbagi dan tidak tersusun dari beberapa unsur. Jika zat-Nya terbagi, tentu ada zat yang membaginya. Ini tidak dapat diterima oleh akal, sebab Zat yang membagi lebih berhak dikatakan Tuhan dari pada zat yang dibagi. Apa akibatnya jika Tuhan tersusun dari beberapa Zat asal (Unsur Tuhan)? Menurut Hasbullah Bakry7, hal ini mengakibatkan adanya pembagian tugas/wewenang, ini menunjukkan lemahnya Tuhan. Apa akibat kalau Tuhan itu tersusun dari beberapa Zat Asal (unsur). Berkenaan dengan ini Allah telah berkali-kali menyatakan Tuhan itu tidak beranak, bukan Ibu/Bapak yang mempunyai anak (QS. Al Ikhlas {112} : 3).

3. Tuhan (Allah) itu Esa Sifat-Nya Allah itu Esa sifat-Nya berarti semua sifat-Nya pada dasarnya adalah sama, tidak ada pertentangan diantara Sifat-Sifat-Nya (antara satu sifat dengan sifatnya yang lain).

4. Tuhan (Allah) itu Perbuatan-Nya Esa Esa perbuatan-Nya berarti perbuatan Allah atau sunnatullah itu sama pada dasarnya, beda perinciannya, sepanjang zaman dan dimana saja. Maksudnya perbuatan Allah itu isi atau substansinya adalah sama tidak berubah zaman dan dimana saja, karena sunnatullah itu bersifat universal hanya beda perinciannya. Perbuatan-Nya unik berarti perbuatan Allah itu lain dari yang lain, tidak sama dengan perbuatan makhluk-Nya, khususnya tidak sama dengan perbuatan manusia, sebagai makhluk yang paling baik.

7

Ibid h. 10

7


Perbuatan manusia selalu berubah sesuai dengan daya ciptanya. Manusia mencipta sesuatu mulai dari sesuatu yang sederhana, meningkat, maju dan terus maju dan akhirnya bisa menjadi rumit nampaknya bagi seseorang yang bukan bidang keahliannya. Sedangkan perbuatan Allah (sunnatullah) tidak demikian. Sebab perbuatan Allah atau sunnatullah baik yang tidak tertulis maupun yang tertulis itu Esa sifatnya.

E. Penerapan Tauhid Dalam Kehidupan Dalam agama Islam kedudukan manusia itu sama derajatnya. Inilah konsekuensi pertama dari jiwa Tauhid. Perbedaan diletakkan hanya ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah, adapun pangkat, kedudukan bahkan ketinggian ilmu pengetahuan tidak bisa menjadi alasan untuk menganggap diri seseorang lebih tinggi dari orang lain. Dengan kata lain manusia tidak boleh sombong terhadap orang lain, karena kesombongan hanyalah hak Allah semata8.

8

Ibid, h. 63

8


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Tuhan ialah Sesuatu, Apa atau Siapa yang dipentingkan sedemikian rupa oleh manusia, sehingga ia membiarkan dirinya dikuasai oleh yang dipentingkannya itu. 2. Tauhid menurut bahasa Arab berarti : menjadikan satu, meninggalkan dan meniadakan bilangan darinya, sedangkan Tauhid menurut istilah Syar’I adalah meniadakan yang setara bagi zat Allah, dalam sifat dan perbuatanNya, serta menafikan sekutu dalam menuhankan dan menyembah-Nya. 3. Macam-macam Tauhid antara lain Tauhid Rububiyyah, Tauhid

Uluhiyyah, Tauhid Asma’, Tauhid Shifat.

B. Saran Setelah membahas makalah ini diharapkan mahasiswa serta umat Islam mengetahui dengan jelas makna hakikat dari Tuhan dan Tauhid, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam perbuatan sehingga terhindar dari perbuatan syirik kepada Allah swt.

9


DAFTAR PUSTAKA

Nainggolan, Zainuddin, Dr., Prof., Inilah Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2007) At Tamimi, Syaikh Muhammad, Kitab Tauhid, (Jakarta : Darul Haq, 1999) Mujib, Abdul, Dr., Prof., Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006)

10


Tidak ada komentar:

Posting Komentar